Jumat, 25 November 2016

Diskriminasi dan Etnosentrisme

    A.   Diskriminasi
   1.  Pengertian diskriminasi       
diskriminasi dalam ruang lingkup hukum hak asasi manusia Indonesia (human rights law) dapat dilihat dalam Pasal 1 Ayat (3) UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia yang berbunyi, “Diskriminasi adalah setiap pembatasan, pelecehan, atau pengucilan yang langsung atau tak langsung didasarkan pada pembedaan manusia atas dasar agama, suku, ras, etnik, kelompok, golongan, status sosial, status ekonomi, jenis kelamin, bahasa, keyakinan politik, yang berakibat pengurangan, penyimpangan, atau penghapusan, pengakuan, pelaksanaan atau penggunaan hak asasi manusia dan kebebasan dasar dalam kehidupan baik individual maupun kolektif dalam bidang politik, ekonomi, hukum, sosial, budaya, dan aspek kehidupan lainnya”.
Contoh :

Ini 11 Kasus Pelanggaran Kebebasan Beragama atau Berkeyakinan 3 Bulan Terakhir

JAKARTA, KOMPAS.com
- Komnas HAM menyampaikan laporan tiga bulan Pelapor Khusus Kebebasan Beragama atau Berkeyakinan (KBB).
Laporan tersebut bersumber dari data-data pengaduan dugaan pelanggaran atas KBB yang diterima Komnas HAM selama April-Juni 2016. Berikut laporan tersebut:
1. Kasus mushalla Assyafiiyah di Denpasar, Bali merupakan lanjutan dari penanganan yang dilakukan Komnas HAM sejak 2015.
Tanggal 6-8 April 2016, Pelapor Khusus melakukan konsultasi dengan FKUB Provinsi Bali, Kantor Wilayah Kengerian Agama Bali, pengurus Mushalla Assyafiiyah dan berbagai pihak terkait.
Dalam serangkaian konsultasi tersebut disepakati solusi atas permasalahan Mushalla Assyafiiyah, yakni Mushalla Assyafiiyah tetap berstatus sebagai mushalla dan tidak dialihfungsikan dan berada di lokasi semula.
Kemudian mushalla tidak membutuhkan proses perijinan dan difungsikan sebagai tempat ibadah keluarga.
Tanggal 25 Mei, Desk KBB bertemu dengan Dirjen Bimas Islam Kemenag untuk mendorong Dirjen Bimas Islam aktif membantu penyelesaian dengan berkoordinasi dengan Dirjen Bimas Hindu.
"Namun, hingga kini Dirjen Bimas Islam belum menindaklanjuti hasil pertemuan sehingga Komnas HAM merencanakan untuk meminta laporan tindak lanjut secara tertulis," kata Koordinator Desk Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan Jayadi Damanik saat memaparkan laporan di ruang Asmara Nababan, Jakarta, Kamis (30/6/2016).
2. Kasus rumah ibadah di Aceh Singkil. Pada 22 April, Forum Cinta Damai Aceh Singkil (Forcidas) kembali menyampaikan pengaduan terkait adanya diskriminasi pendidikan agama bagi anak Kristen dan vonis terhadap salah satu umat Kristen yang didakwa melakukan penembakan pada peristiwa pembakaran Gereja pada 13 Oktober 2015.
Menindaklanjuti pengaduan tersebut, Desk KBB melakukan pertemuan konsultasi dengan Kodam Iskandar Muda dan Pemerintah Aceh (16/5/2016), pengurus gereja Aceh Singkil (18/5/2016), dan Forkopimda Aceh Singkil (19/5/2016).
Dalam pertemuan tersebut terungkap beberapa faktor dan penyelesaian. Antara lain Pemkab Aceh Singkil telah memproses perijinan 11 gereja yang tidak dirobohkan dengan diterbitkannya rekomendasi dari FKUB dan kantor Kementrian Agama Aceh Singkil.
Ditemukan adanya diskriminasi pendidikan agama terhadap anak-anak warga Kristen di Aceh Singkil.
"Dinas pendidikan Aceh Singkil berjanji akan berkonsultasi dengan Dinas Pendidikan Provinsi Aceh untuk mencari solusi," ucap Jayadi.
3. Kasus Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI) Kendal yang mengalami kerusakan masjid Al Kautsar pada 22-23 Mei 2016. Polres Kendal telah menetapkan dua orang tersangka pelaku kerusakan. Bupati Kendal juga berkomitmen tidak mencabut IMB Masjid Al Kautsar.
4. Kasus JAI Subang. Komnas HAM menerima pengaduan dari JAI SUBANG adanya pelarangan ibadah oleh sekelompok massa yang disertai tindakan kekerasan.
Pada 8 Juni 2016, Komnas HAM menyurati Bupati Subang meminta klarifikasi dan melaporkan langkah yang telah ditempuh. Namun, belum ada respons dari Bupati Subang.
5. Temuan pemerasan terhadap gereja-gereja di Jawa Barat. Tanggal 6 Juni 2016 terdapat pemberitaannya media terkait temuan Komnas HAM soal perizinan Gereja di Jawa Barat yang dipermasalahkan.
Akibatnya, sejumlah ormas meminta klarifikasi kepada beberapa pengurus gereja di Bandung. Dirjen Bimas Kristen dan Kemenag Bandung telah menegaskan temuan tersebut tidak benar.
Sebagai pertanggungjawaban resmi, Komnas HAM membenarkan pernyataan sebelumnya bahwa ada dugaan pemerasan. Namun, Komnas HAM tidak pernah menyebutkan identitas.
6. Kasus tempat Pesujudan Sapta Darma di Rembang. Pada 11 November 2015 Komnas HAM menerima pengaduan peristiwa pembakaran pesujudan sanggar Candi Busana yang dilakukan oleh sekelompok orang.
Pada 22 Juni 2016, Komnas HAM melakukan monitoring perkembangan pemulihan hak warga Sapta Darma. Komnas juga mendorong Pemkab Rembang aktif melakukan mediasi dalam penyelesaian kasus tersebut.
7. Kasus enam gereja di Kota Bandung diantaranya Gereja Rehoboth, GPKP Bandung Timur, Gereja BNKP Nias, Gereja Kerajaan Mulia, dan GBKP Bandung Barat.
Pada 3 Juni 2016, Komnas HAM melakukan pertemuan dengan Walikota Bandung untuk penyelesaian masalah tersebut. Dalam pertemuan tersebut, Walikota Bandung melaporkan bahwa gelah menyelesaikan izin Gereja Rehoboth dan GPKP Bandung Timur.
8. Permasalahan pengungsi Syiah Sampang. Pada 29 April 2016, Komnas HAM melakukan FGD dengan berbagai pihak merumuskan mekanisme penyelesaian.
Hasilnya, bertemu dengan Presiden untuk mendorong keseriusan pemerintah pusat. Juga mendorong Dinas Dukcapil Sampang mempercepat proses penertiban KTP para pengungsi.
9. Permasalahan pengungsi JAI di Nusa Tenggara Barat. Komnas HAM menilai, pengungsi JAI di Transito Mataram dan Praya NTB dibiarkan oleh pemerintah. Pada 28 April 2016, Komnas HAM mengadakan FGD untuk merumuskan mekanisme penyelesaian.
Hasilnya, Komnas HAM memfasilitasi komunikasi dengan Kementerian Perumahan Rakyat untuk penyediaan perumahan layak bagi pengungsi.
10. Penyelesaian permasalahan GKI Yasmin Bogor. Komnas HAM telah menggelar FGD NHRI untuk merumuskan mekanisme bersama penyelesaian GKI Yasmin pada 19 April 2016.
Hasilnya, pemerintah kota Bogor belum melaksanakan putusan pengadilan untuk membatalkan SK Dinas Tata Kota dan Pertamanan Kota Bogor yang mencabut IMB GKI Yasmin.
Sebagai tindak lanjut, NHRI sepakat menyusun rekomendasi dan bahan masukan kepada pemerintah pusat dan pemerintah daerah.
11. Kasus GPdl Sumedang. Kasus pelarangan ibadah gereja GPdl telah berlangsung sejak 2012 dan belum terselesaikan. Komnas HAM memperlihatkan infomasi bahwa Pemkab Sumedang masih menolak memproses perizinan dengan alasan persyaratan belum terpenuhi.
Komnas HAM akan meminta penjelasan dari Pemkab Sumedang terkait hal ini. Selama bulan Januari-Mei 2016, Komnas HAM menerima 34 pengaduan dugaan pelanggaran HAM khusunya hak atas KBB. Sebaran wilayah tertinggi terdapat di Provinsi Jawa Barat.
"Sebaran wilayah kejadian tertinggi Jawa Barat dengan enam pengaduan, disusul DKI Jakarta lima pengaduan, Aceh dan Belitung empat pengaduan, Sulawesi Utara tiga pengaduan. Selebihnya terdistribusi di berbagai wilayah," kata Jayadi.
Selain di Indonesia, juga terdapat wilayah pelanggaran KBB di Arab Saudi. Hal itu terkait dengan penahanan sebelas orang WNI yang melaksanakan shalat Idul Fitri beberapa hari setelah pelaksanaan shalat idul Fitri oleh pemerintah Arab di Masjidil Haram.
Jayadi mengatakan pihak yang paling banyak diadukan terkait dugaan pelanggaran HAM adalah pemerintah daerah dengan jumlah pengaduan sebanyak delapan belas.
"Kemudian disusul oleh kelompok masyarakat enam pengaduan, organisasi lima pengaduan, selebihnya terdistribusi ke berbagai pihak," ujar Jayadi.

2.    Cara penaggulangan agar diskriminasi tidak terus terjadi :
1.        Bersikap adil.
2.        Tidak memandang status sosial.
3.        Setiap orang memiliki hak yang sama yaitu:
·       Kebebasan hak untuk hidup dan harga diri.
·       Kebebasan untuk beragama.
·        Hak untuk mencari nafkah atau hak milik
B.   Etnosentrisme
1.   Pengertian etnosentrisme
Etnosentrisme merupakan suatu persepsi yang dimiliki oleh tiap-tiap individu yang menganggap budayanya merupakan yang terbaik dari budaya-budaya yang dimiliki oleh orang lain.

2.   Penyebab Munculnya Etnosentrisme di Indonesia

Budaya Politik

Faktor yang mendasar yang menjadi penyebab akan munculnya etnosentrisme ini adalah budaya politik dari masyarakat yang cenderung tradisional serta tidak rasionalis. Budaya politik masyarakat tersebut kita masih tergolong budaya politik subjektif Ikatan emosional serta ikatan-ikatan primordial yang masih cenderung menguasai masyarakat yang ada di Indonesia . Masyarakat terlibat didalam dunia politik yaitu kepentingan mereka yang sangat mementingkan suku, etnis, agama dll. 

Pluralitas Bangsa Indonesia

faktor yang lain , penyebab munculnya masalah etnosentrisme ialah pluralitas Bangsa Indonesia. Bangsa Indonesia adalah bangsa yang terdiri dari berbagai suku, agama, ras serta golongan. Pluralitas masyarakat Indonesia tersebut tentu melahirkan berbagai persoalan. Pada tiap-tiap suku, agama, ras serta golongan berusaha untuk dapat memperoleh kekuasaan serta juga menguasai yang lain.Masalah kepentingan inilah yang faktor yang banyak memunculkan persoalan-persoalan pada tiap-tiap daerah.

Dampak positif dari etnosentrisme adalah 

  1. dapat  mempertinggi semangat patriotisme, 
  2. menjaga keutuhan serta juga stabilitas kebudayaan, 
  3. mempertinggi rasa cinta kepada bangsa sendiri
Dampak Negatif dari etnosentrisme adalah,
  1. Dapat menyebabkan konflik antar suku.
  2. Adanya alirannya politik.
  3. Menghambat proses asimilasi budaya yang berbeda.
          3.   contoh :
Salah satu contoh etnosentrisme di Indonesia adalah perilaku carok dalam masyarakat Madura. Menurut Latief Wiyata, carok adalah tindakan atau upaya pembunuhan yang dilakukan oleh seorang laki-laki apabila harga dirinya merasa terusik. Secara sepintas, konsep carok dianggap sebagai perilaku yang brutal dan tidak masuk akal. Hal itu terjadi apabila konsep carok dinilai dengan pandangan kebudayaan kelompok masyarakat lain yang beranggapan bahwa menyelesaikan masalah dengan menggunakan kekerasan dianggap tidak masuk akal dan tidak manusiawi. Namun, bagi masyarakat Madura, harga diri merupakan konsep yang sakral dan harus selalu dijunjung tinggi dalam masyarakat. Oleh karena itu, terjadi perbedaan penafsiran mengenai masalah carok antara masyarakat Madura dan kelompok masyarakat lainnya karena tidak adanya pemahaman atas konteks sosial budaya terjadinya perilaku carok tersebut dalam masyarakat Madura. Contoh etnosentrisme dalam menilai secara negatif konteks sosial budaya terjadinya perilaku carok dalam masyarakat Madura tersebut telah banyak ditentang oleh para ahli ilmu sosial.

Contoh yang lain adalah kebiasaan memakai koteka bagi masyarakat papua pedalaman. Jika dipandang dari sudut masyarakat yang bukan warga papua pedalaman, memakai koteka mungkin adalah hal yang sangat memalukan. Tapi oleh warga pedalaman papua, memakai koteka dianggap sebagai suatu kewajaran, bahkan dianggap sebagai suatu kebanggan.

Daftar pustaka
http://mbahkarno.blogspot.co.id/2012/10/contoh-etnosentrisme-di-indonesia.html



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

RISC dan Pipelining

RISC (Reduced Instruction Set Computer) Rancangan arsitektur CPU yang mengambil dasar filosofi bahwa prosesor dibuat dengan arsitektur yang...