A. Diskriminasi
1. Pengertian diskriminasi
diskriminasi
dalam ruang lingkup hukum hak asasi manusia Indonesia (human rights law) dapat
dilihat dalam Pasal 1 Ayat (3) UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia
yang berbunyi, “Diskriminasi adalah setiap pembatasan, pelecehan, atau pengucilan
yang langsung atau tak langsung didasarkan pada pembedaan manusia atas dasar
agama, suku, ras, etnik, kelompok, golongan, status sosial, status ekonomi,
jenis kelamin, bahasa, keyakinan politik, yang berakibat pengurangan,
penyimpangan, atau penghapusan, pengakuan, pelaksanaan atau penggunaan hak
asasi manusia dan kebebasan dasar dalam kehidupan baik individual maupun
kolektif dalam bidang politik, ekonomi, hukum, sosial, budaya, dan aspek
kehidupan lainnya”.
Contoh
:
Ini 11 Kasus Pelanggaran Kebebasan Beragama atau Berkeyakinan 3 Bulan Terakhir
JAKARTA, KOMPAS.com
- Komnas HAM menyampaikan laporan tiga bulan Pelapor
Khusus Kebebasan Beragama atau Berkeyakinan (KBB).
Laporan tersebut
bersumber dari data-data pengaduan dugaan pelanggaran atas KBB yang diterima
Komnas HAM selama April-Juni 2016. Berikut laporan tersebut:
1. Kasus mushalla
Assyafiiyah di Denpasar, Bali merupakan lanjutan dari penanganan yang dilakukan
Komnas HAM sejak 2015.
Tanggal 6-8 April
2016, Pelapor Khusus melakukan konsultasi dengan FKUB Provinsi Bali, Kantor
Wilayah Kengerian Agama Bali, pengurus Mushalla Assyafiiyah dan berbagai pihak
terkait.
Dalam serangkaian
konsultasi tersebut disepakati solusi atas permasalahan Mushalla Assyafiiyah,
yakni Mushalla Assyafiiyah tetap berstatus sebagai mushalla dan tidak
dialihfungsikan dan berada di lokasi semula.
Kemudian mushalla
tidak membutuhkan proses perijinan dan difungsikan sebagai tempat ibadah
keluarga.
Tanggal 25 Mei, Desk
KBB bertemu dengan Dirjen Bimas Islam Kemenag untuk mendorong Dirjen Bimas
Islam aktif membantu penyelesaian dengan berkoordinasi dengan Dirjen Bimas
Hindu.
"Namun, hingga
kini Dirjen Bimas Islam belum menindaklanjuti hasil pertemuan sehingga Komnas
HAM merencanakan untuk meminta laporan tindak lanjut secara tertulis,"
kata Koordinator Desk Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan Jayadi Damanik saat
memaparkan laporan di ruang Asmara Nababan, Jakarta, Kamis (30/6/2016).
2. Kasus rumah ibadah
di Aceh Singkil. Pada 22 April, Forum Cinta Damai Aceh Singkil (Forcidas)
kembali menyampaikan pengaduan terkait adanya diskriminasi pendidikan agama
bagi anak Kristen dan vonis terhadap salah satu umat Kristen yang didakwa
melakukan penembakan pada peristiwa pembakaran Gereja pada 13 Oktober 2015.
Menindaklanjuti
pengaduan tersebut, Desk KBB melakukan pertemuan konsultasi dengan Kodam
Iskandar Muda dan Pemerintah Aceh (16/5/2016), pengurus gereja Aceh Singkil
(18/5/2016), dan Forkopimda Aceh Singkil (19/5/2016).
Dalam pertemuan
tersebut terungkap beberapa faktor dan penyelesaian. Antara lain Pemkab Aceh
Singkil telah memproses perijinan 11 gereja yang tidak dirobohkan dengan
diterbitkannya rekomendasi dari FKUB dan kantor Kementrian Agama Aceh Singkil.
Ditemukan adanya
diskriminasi pendidikan agama terhadap anak-anak warga Kristen di Aceh Singkil.
"Dinas pendidikan
Aceh Singkil berjanji akan berkonsultasi dengan Dinas Pendidikan Provinsi Aceh
untuk mencari solusi," ucap Jayadi.
3. Kasus Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI) Kendal yang
mengalami kerusakan masjid Al Kautsar pada 22-23 Mei 2016. Polres Kendal telah
menetapkan dua orang tersangka pelaku kerusakan. Bupati Kendal juga berkomitmen
tidak mencabut IMB Masjid Al Kautsar.
4. Kasus JAI Subang. Komnas HAM menerima pengaduan dari JAI
SUBANG adanya pelarangan ibadah oleh sekelompok massa yang disertai tindakan
kekerasan.
Pada 8 Juni 2016, Komnas HAM menyurati Bupati Subang meminta
klarifikasi dan melaporkan langkah yang telah ditempuh. Namun, belum ada
respons dari Bupati Subang.
5. Temuan pemerasan terhadap gereja-gereja di Jawa Barat.
Tanggal 6 Juni 2016 terdapat pemberitaannya media terkait temuan Komnas HAM
soal perizinan Gereja di Jawa Barat yang dipermasalahkan.
Akibatnya, sejumlah ormas meminta klarifikasi kepada beberapa
pengurus gereja di Bandung. Dirjen Bimas Kristen dan Kemenag Bandung telah menegaskan
temuan tersebut tidak benar.
Sebagai pertanggungjawaban resmi, Komnas HAM membenarkan
pernyataan sebelumnya bahwa ada dugaan pemerasan. Namun, Komnas HAM tidak
pernah menyebutkan identitas.
6. Kasus tempat Pesujudan Sapta Darma di Rembang. Pada 11
November 2015 Komnas HAM menerima pengaduan peristiwa pembakaran pesujudan
sanggar Candi Busana yang dilakukan oleh sekelompok orang.
Pada 22 Juni 2016, Komnas HAM melakukan monitoring
perkembangan pemulihan hak warga Sapta Darma. Komnas juga mendorong Pemkab
Rembang aktif melakukan mediasi dalam penyelesaian kasus tersebut.
7. Kasus enam gereja di Kota Bandung diantaranya Gereja
Rehoboth, GPKP Bandung Timur, Gereja BNKP Nias, Gereja Kerajaan Mulia, dan GBKP
Bandung Barat.
Pada 3 Juni 2016, Komnas HAM melakukan pertemuan dengan
Walikota Bandung untuk penyelesaian masalah tersebut. Dalam pertemuan tersebut,
Walikota Bandung melaporkan bahwa gelah menyelesaikan izin Gereja Rehoboth dan
GPKP Bandung Timur.
8. Permasalahan pengungsi Syiah Sampang. Pada 29 April 2016,
Komnas HAM melakukan FGD dengan berbagai pihak merumuskan mekanisme
penyelesaian.
Hasilnya, bertemu dengan Presiden untuk mendorong keseriusan
pemerintah pusat. Juga mendorong Dinas Dukcapil Sampang mempercepat proses
penertiban KTP para pengungsi.
9. Permasalahan pengungsi JAI di Nusa Tenggara Barat. Komnas
HAM menilai, pengungsi JAI di Transito Mataram dan Praya NTB dibiarkan oleh
pemerintah. Pada 28 April 2016, Komnas HAM mengadakan FGD untuk merumuskan
mekanisme penyelesaian.
Hasilnya, Komnas HAM memfasilitasi komunikasi dengan
Kementerian Perumahan Rakyat untuk penyediaan perumahan layak bagi pengungsi.
10. Penyelesaian permasalahan GKI Yasmin Bogor. Komnas HAM
telah menggelar FGD NHRI untuk merumuskan mekanisme bersama penyelesaian GKI
Yasmin pada 19 April 2016.
Hasilnya, pemerintah kota Bogor belum melaksanakan putusan
pengadilan untuk membatalkan SK Dinas Tata Kota dan Pertamanan Kota Bogor yang
mencabut IMB GKI Yasmin.
Sebagai tindak lanjut, NHRI sepakat menyusun rekomendasi dan
bahan masukan kepada pemerintah pusat dan pemerintah daerah.
11. Kasus GPdl Sumedang. Kasus pelarangan ibadah gereja GPdl
telah berlangsung sejak 2012 dan belum terselesaikan. Komnas HAM memperlihatkan
infomasi bahwa Pemkab Sumedang masih menolak memproses perizinan dengan alasan
persyaratan belum terpenuhi.
Komnas HAM akan meminta penjelasan dari Pemkab Sumedang
terkait hal ini. Selama bulan Januari-Mei 2016, Komnas HAM menerima 34
pengaduan dugaan pelanggaran HAM khusunya hak atas KBB. Sebaran wilayah
tertinggi terdapat di Provinsi Jawa Barat.
"Sebaran wilayah kejadian tertinggi Jawa Barat dengan
enam pengaduan, disusul DKI Jakarta lima pengaduan, Aceh dan Belitung empat
pengaduan, Sulawesi Utara tiga pengaduan. Selebihnya terdistribusi di berbagai
wilayah," kata Jayadi.
Selain di Indonesia, juga terdapat wilayah pelanggaran KBB di
Arab Saudi. Hal itu terkait dengan penahanan sebelas orang WNI yang
melaksanakan shalat Idul Fitri beberapa hari setelah pelaksanaan shalat idul
Fitri oleh pemerintah Arab di Masjidil Haram.
Jayadi mengatakan pihak yang paling banyak diadukan terkait
dugaan pelanggaran HAM adalah pemerintah daerah dengan jumlah pengaduan
sebanyak delapan belas.
"Kemudian disusul oleh kelompok masyarakat enam
pengaduan, organisasi lima pengaduan, selebihnya terdistribusi ke berbagai
pihak," ujar Jayadi.
2.
Cara penaggulangan agar diskriminasi tidak
terus terjadi :
1.
Bersikap adil.
2.
Tidak memandang status sosial.
3.
Setiap orang memiliki hak yang sama yaitu:
·
Kebebasan hak untuk hidup dan harga diri.
·
Kebebasan untuk beragama.
·
Hak untuk mencari nafkah atau hak milik
B.
Etnosentrisme
1. Pengertian
etnosentrisme
Etnosentrisme merupakan suatu persepsi
yang dimiliki oleh tiap-tiap individu yang menganggap budayanya merupakan yang
terbaik dari budaya-budaya yang dimiliki oleh orang lain.
2. Penyebab Munculnya Etnosentrisme di Indonesia
Budaya Politik
Faktor
yang mendasar yang menjadi penyebab akan munculnya etnosentrisme ini adalah
budaya politik dari masyarakat yang cenderung tradisional serta tidak
rasionalis. Budaya politik masyarakat tersebut kita masih tergolong budaya
politik subjektif Ikatan emosional serta ikatan-ikatan primordial yang masih
cenderung menguasai masyarakat yang ada di Indonesia . Masyarakat terlibat
didalam dunia politik yaitu kepentingan mereka yang sangat mementingkan suku,
etnis, agama dll.
Pluralitas Bangsa Indonesia
faktor
yang lain , penyebab munculnya masalah etnosentrisme ialah pluralitas Bangsa
Indonesia. Bangsa Indonesia adalah bangsa yang terdiri dari berbagai suku,
agama, ras serta golongan. Pluralitas masyarakat Indonesia tersebut tentu
melahirkan berbagai persoalan. Pada tiap-tiap suku, agama, ras serta golongan
berusaha untuk dapat memperoleh kekuasaan serta juga menguasai yang
lain.Masalah kepentingan inilah yang faktor yang banyak memunculkan
persoalan-persoalan pada tiap-tiap daerah.
Dampak positif dari etnosentrisme adalah
- dapat mempertinggi semangat patriotisme,
- menjaga keutuhan serta juga stabilitas kebudayaan,
- mempertinggi rasa cinta kepada bangsa sendiri
Dampak Negatif dari etnosentrisme adalah,
- Dapat menyebabkan konflik antar suku.
- Adanya alirannya politik.
- Menghambat proses asimilasi budaya yang berbeda.
3.
contoh :
Salah satu
contoh etnosentrisme di Indonesia adalah perilaku carok dalam masyarakat
Madura. Menurut Latief Wiyata, carok adalah tindakan atau upaya pembunuhan yang
dilakukan oleh seorang laki-laki apabila harga dirinya merasa terusik. Secara
sepintas, konsep carok dianggap sebagai perilaku yang brutal dan tidak masuk
akal. Hal itu terjadi apabila konsep carok dinilai dengan pandangan kebudayaan
kelompok masyarakat lain yang beranggapan bahwa menyelesaikan masalah dengan
menggunakan kekerasan dianggap tidak masuk akal dan tidak manusiawi. Namun,
bagi masyarakat Madura, harga diri merupakan konsep yang sakral dan harus
selalu dijunjung tinggi dalam masyarakat. Oleh karena itu, terjadi perbedaan
penafsiran mengenai masalah carok antara masyarakat Madura dan kelompok
masyarakat lainnya karena tidak adanya pemahaman atas konteks sosial budaya
terjadinya perilaku carok tersebut dalam masyarakat Madura. Contoh
etnosentrisme dalam menilai secara negatif konteks sosial budaya terjadinya
perilaku carok dalam masyarakat Madura tersebut telah banyak ditentang oleh
para ahli ilmu sosial.
Contoh yang lain adalah kebiasaan memakai koteka bagi masyarakat papua pedalaman. Jika dipandang dari sudut masyarakat yang bukan warga papua pedalaman, memakai koteka mungkin adalah hal yang sangat memalukan. Tapi oleh warga pedalaman papua, memakai koteka dianggap sebagai suatu kewajaran, bahkan dianggap sebagai suatu kebanggan.
Contoh yang lain adalah kebiasaan memakai koteka bagi masyarakat papua pedalaman. Jika dipandang dari sudut masyarakat yang bukan warga papua pedalaman, memakai koteka mungkin adalah hal yang sangat memalukan. Tapi oleh warga pedalaman papua, memakai koteka dianggap sebagai suatu kewajaran, bahkan dianggap sebagai suatu kebanggan.
Daftar pustaka
http://mbahkarno.blogspot.co.id/2012/10/contoh-etnosentrisme-di-indonesia.html